Profesi software engineer/programmer ada kalanya dipandang sebelah mata di negara ini. Banyak sekali perusahaan perbankan, medis, mining, atau lainnya dengan sistem yang sudah sangat baik seolah-olah memandang bahwa sistemnya dibuat oleh internal tim IT mereka sendiri (mungkin ada yang sebagian). Padahal di balik itu, puluhan bahkan ratusan developer atau impelementator ERP (consultant) yang di-outsource-lah yang membangun sistem tersebut, setelah mendengarkan celotehan-celotehan mereka yang ingin sistem yang fantastis.
Memang kita selalu mendengar bahwa bekerja di dunia IT sangat menggiurkan. Faktanya miliader-miliarder muda, hampir semua meraup keuntungan dari bisnis kreatif dengan IT sebagai landasannya. Namun, menurut saya hal ini tidak berlaku di negara kita, Indonesia.
Indonesia memang kurang siap dalam berkembang/bersaing di bidang ini. Dibandingkan dengan negara-negara kompetitor lain seperti Singapore, India, bahkan Vietnam yang saat ini perlu diwaspadai. Kembali ke topik mengenai gaji/upah software engineer di Indonesia, Saya sering membuka jobstreet. dan memang saya akui upah yang kami terima relatif tidak terlalu besar dibandingkan usaha sektor lain seperti perbankan, telekomunikasi, atau mungkin, pertambangan (saya tidak sanggup untuk membandingkannya).
Untuk freshgraduate IT, banyak perusahaan software development baik startup maupun yang sudah cukup ternama membayar murah karyawannya. Ada yang masih UMR, atau juga hanya range 3 juta - 4 juta, tidak lebih, sangat jauh dibandingkan dengan fresh graduate di bidang pertambangan, dan lainnya (padahal load kerjanya mungkin sama-sama berat). Belum lagi jika harus kejar target dan overtime dan tentu saja, mempelajari teknologi baru. Istilahnya kerja keras bagai kuda dicambuk dan di dera. Saat saya masih di Jogja, saya hanya di bayar 1.5 juta untuk kerja 8 jam sehari. Bahkan teman saya yang sudah 2 tahun bekerja di suatu perusahaan di sana hanya dibayar 2 juta sebagai experience. Terlepas dari bagaimana biaya hidup di sana. Untuk yang experience di kota lain, mungkin tidak jauh dari itu. Untuk mencapai 2 digit, Anda mungkin perlu pengalaman lebih dari 4/5 tahun. Itu pun hanya 2 digit kepala 1. Menurut saya tidak sebanding dengan effort yang dikeluarkan. Alhasil, banyak sekali rekan-rekan saya harus hengkang dari dunia rekayasa perangkat lunak ini beralih ke dunia professional lain, bermain stock, atau buka usaha sendiri, atau sekedar IT support di perusahaan besar yang lebih menguntungkan.
Lalu ini salah siapa? menurut saya sebagian ini adalah salah Software Engineer/programmer-programmer yang mau dibayar murah. Kalau dalam bahasa kasarnya, Jangan mau dibayar murah! Tentu saja, ini perlu pergerakan bersama. Untuk programmer, jangan serta merta mengiyakan semua permintaan hanya karena passion atau tertantang untuk menyelesaikan. Pikirkan cost yang akan dikeluarkan dalam tahap desain, development, testing, dan lain-lain. Dengan kata lain, Softawre Engineer harus lebih memahami proses dari Software Engineering itu sendiri.
Kemudian, buang jauh-jauh pola yang mematok harga suatu sistem/software. Kita biasanya sudah familiar dengan istilah “1 software seharga x”. Bayangkan, apabila estimasi pembuatan adalah sekian bulan, dan tiba-tiba client meminta ubah requirement berkali-kali, sehingga terjadi pembengkakan biaya development? its a disaster. Nombok maning, nombok maning. Mulailah dengan menggunakan sistem manhours/mandays. Anda akan tetap dibayar hingga pembuatan software selesai. Sehingga income Anda akan datang terus-menerus selama project berlangsung. Oh ya untuk hal ini, saya berbicara kepada para freelancer, dan developer baru yang belum mengerti sistem ini. Saya rasa sebagian pasti sudah tahu.
Lalu bagaimana apabila masih ada programmer/developer nekat yang masih ingin dibayar murah. Konsisten saja. Tekankan bahwa jasa Anda memiliki kualitas. Tidak perlu takut untuk menjelaskan kenapa Anda minta dibayar mahal. Tekankan professionalitas Anda. Pastikan aplikasi Anda bug free, dan tentu saja maintainable. Buatlah long term relationship dengan customer/client.
Tidak mudah memang, namun jika ingin dihargai, maka kitalah yang memberi harga. Kalau tidak ya, tentu saja tawar-menawar akan terjadi, dan harga kitalah yang akan dibanting.
Source : http://teknologi.kompasiana.com
SOCIALIZE IT →